Penulis: Adzhar Rachmat Ramadhan
Readzen pernah mendengar toxic productivity? Katanya, toxic itu sering menyerang orang-orang ambis, sih. Rasa tak mau tersaingi dan insecure selalu ada pada jiwa anak ambis yang mungkin sulit mengendalikan ambisinya itu. Sampai-sampai, anak ambis ini secara tidak langsung menyakiti kesehatan mentalnya sendiri. Kalau sudah begitu, apa yang harus dilakukan, ya? Hmm… Daripada penasaran mending langsung saja, kita kenalan dulu dengan toxic productivity. Check it out!
Definisi Toxic Productivity
Menurut Dr.Julie Smith yang dilansir dari cimsa.or.id, toxic productivity adalah sebuah obsesi untuk mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak bisa melakukan banyak hal. Biasanya, toxic productivity muncul di negara-negara yang memiliki tingkat produktivitas tinggi, seperti Jepang, Amerika Serikat, dan Cina. Meski begitu, tak dipungkiri juga Indonesia mengalami hal sama terutama bagi anak muda.
Ambil contoh, pastinya Readzen selalu berambisi untuk lolos di PTN favorit, kan? Readzen selalu belajar sungguh-sungguh, mengikuti komunitas maba, dan sering ikut bimbel. Namun, Readzen terus terobsesi pada mimpi Readzen dan merasa bersalah jika tidak mengikuti salah satu kegiatan. Hal ini membuat Readzen lupa waktu istirahat dan kurang hiburan. Bisa jadi itu karena toxic productivity. Oke, kita lanjut ya…
Ciri-ciri Toxic Productivity
Sebenarnya, dari definisi saja kita sudah mendapat ciri-ciri dari toxic productivity. Namun, MinZen akan lebih mengeksplor lebih jauh lagi, ya. Biar kita sama-sama paham, nih.
-
Terobsesi untuk Produktif
Readzen terobsesi untuk mengembangkan diri, seperti belajar terus-menerus, mengikuti kelompok belajar, dan bimbingan belajar tanpa henti. Readzen sampai lupa bahwa kesehatan harus dikorbankan dalam menyelesaikan kegiatan produktif itu. Alhasil, datanglah penyakit. Kalau sudah sampai begitu, siapa yang repot? Diri sendiri, kan?
-
Sering merasa insecure saat rebahan
Rebahan memang kegiatan asyik bagi kaum pemalas. Namun, hal itu tidak berlaku bagi toxic productivity. Orang yang mengalami toxic productivity akan merasa gelisah saat rebahan. Mereka mengira dunia ini adalah kompetisi, jika diam maka akan tersalip oleh orang lain. MinZen mengutip dari kata-kata content creator kak Dimas Alwin, “Istirahat itu bukan karena kamu menyerah, bukan karena kamu gagal. Tapi, karena tubuh dan pikiranmu butuh diistirahatkan.”
-
Target yang tidak realistis
Maksudnya, target yang tidak realistis apa, ya? Artinya, orang toxic productivity selalu memasang target pada mimpi atau kegiatannya tidak masuk akal bagi sebagian orang. Contohnya, Readzen memiliki mimpi untuk mempunyai uang 100 juta. Alhasil, Readzen harus bekerja lembur bagai kuda untuk mendapatkan uang sebanyak itu tanpa melihat kapasitas diri.
Cara Mengatasi Toxic Productivity
Bagi Readzen yang mengalami ciri-ciri tersebut, tenang aja, kok. Sebab, MinZen ada solusinya, nih. Berikut cara mengatasi toxic productivity.
-
Work Smart
Bekerja keras memang dibutuhkan, tetapi kerja yang lebih efisien dan efektif juga patut diperhatikan. Banyak orang yang bekerja keras, tetapi lupa memikirkan cara untuk menghemat waktu dan tenaganya. Alhasil, capek dan pusing sendiri. Untuk itu, dalam work hard Readzen harus diiringi dengan work smart, ya. Contohnya, jika ada suatu soal yang bisa diselesaikan dengan satu aplikasi, mengapa harus repot untuk mencari rumusnya secara manual?
-
Jangan Lupa Istirahat
Kalau ini sering dilupakan oleh orang toxic productivity. Padahal, istirahat itu sangat penting untuk menenangkan pikiran dan tubuh. Istirahat juga dapat meningkatkan energi agar lebih semangat lagi dalam belajar. Ingat ya, bukan berarti dengan Readzen beristirahat, dianggap gagal atau menyerah. Cobalah untuk menanam mindset bahwa istirahat adalah jalan lambat untuk menuju ke mimpi Readzen sebelum Readzen harus berlari sekuat tenaga. Cobain, ya!
-
Buat Target yang Realistis
Untuk mengatasi ekspektasi yang terlalu tinggi, maka cobalah untuk membuat target yang realistis. Caranya, Readzen harus mengetahui seberapa besar kapasitas diri. Buatlah jadwal yang disiplin dan teratur, seperti belajar 1-2 jam, istirahat 30 menit, lanjut lagi mengikuti bimbel selama 2 jam, istirahat 1 jam, dan seterusnya. Lalu, dari kegiatan-kegiatan tersebut, buat hasil-hasil yang sudah didapatkan oleh Readzen di kertas atau buku catatan. Meski masih terbilang kecil, tidak apa-apa, kok.
Sebab, pencapaian-pencapaian kecil itu bisa menjadi sarana untuk Readzen dalam meraih mimpi yang sangat besar.
Nah, itu tadi seputar toxic productivity. Sebenarnya, kegiatan produktif itu baik, kok. Cuman, harus ada kapasitasnya, ya. Sesuatu yang berlebihan itu tidak baik, loh.
Referensi:
Haryono, Dimas Alwin. (2021). Toxic Productivity [Presentation Slides]. Diakses pada 6 September 2021. file:///C:/Users/adzhar/Downloads/Toxic%20Productivity%20(1).pdf
Cimsa.or.id. (tidak ada tanggal). Productivity: Know Your Limit Before It Turn Toxic. Diakses pada 6 September 2021. https://cimsa.or.id/news/index/productivity-know-your-limit-before-it-turns-toxic
Smith, Julie. (2020). What Is Toxic Productivity?. Diakses pada 3 Desember 2020. https://www.bbc.co.uk/bitesize/articles/zj9r92p
Klikdokter.com. (2021). Ciri-ciri Orang yang Terjebak dalam Toxic Productivity. Diakses pada 6 September 2021. https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3649491/ciri-ciri-orang-yang-terjebak-dalam-toxic-productivity